Submitted by iben on Sat, 07/25/2009 - 12:55.

"Kami Tampak Gagah, tapi Hati Sering Menangis"

RADAR MALANG - HAPPY DY
Kaum waria dan homoseksual (gay) memang punya perspektif hidup sendiri. Namun, jika dibenturkan dengan HAM, mereka pun ingin diperlakukan sama; ingin diperlakukan layaknya orang normal. Dalam sebuah forum, mereka pun menumpahkan uneg-unegnya.

Gelak tawa dan canda ria pecah di ruang pertemuan Hotel Trio Indah II Selasa (14/7) lalu. Meski di acara resmi, workshop HAM, namun suasana terkesan santai. Maklum , karena para peserta yang berasal dari kaum waria dan gay itu bertemu dengan "mangsa" yang sama, yakni laki-laki sebagai orientasi seksualnya.

Saat Banu Abdillah, fasilitator pendidikan dasar Komnas HAM pusat Jakarta, memberikan materi, terdengar celetukan menggoda dari waria para waria yang terkesan untuk menarik perhatian. Dengan gaya para waria yang khas kemayu, Banu pun terkadang dibuat tersenyum. Namun mimik senyum itu berubah menjadi serius tatkala dia memberikan kesempatan para peserta untuk mencurahkan isi hatinya.

"Terus terang saja, siapa pun tidak mau dilahirkan seperti saya (waria) ini. Tapi, saya juga harus ikhlas menjalaninya. Bagaimana tidak, saya harus dikucilkan dari keluarga. Belum lagi diolok-olok teman-teman. Sedih sekali," kata Sinta, sebut saja begitu, salah satu waria.

Dalam hidupnya Sinta merasa lebih banyak diwarnai kesedihan dibandingkan kesenangan. Di rumah sudah dimarahi saudara-saudaranya. Salah satu perilakunya dinilai aneh dan keluar rumah masih harus menanggungnya. Terkadang juga masih mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakkan.

"Jalan saja digoda. Saya malu, tapi saya tidak tahu bagaimana cara untuk menepisnya,"ucap waria berkulit kuning langsat ini.

Sebelum menginjak usia 24 tahun, Sinta sebenarnya ingin menjadi laki-laki normal. Itupun karena dorongan keluarganya. Namun semua upaya yang dilakukan keluarganya tersebut harus dibuatnya kecewa. "Saya sendiri juga tidak tahu. Kalau tidak dandan, saya tidak pede (percaya diri). Awalnya kalau saya dandan harus sembunyi-sembunyi, "tambah anak bungsu dari tiga bersaudara ini.

Sinta tidak sendiri menghadapi perlakuan ejekan dan hinaan itu. Ekspresi kesedihan juga terpancar dari Wenny, rekan sesama waria. Suatu saat, ketika dia mengurus KTP diledekin petugas dengan menanyakan jenis kelamin. "Sudah ditanya begitu, saat saya mau keluar, petugas itu masih senyum-senyum seperti mengejek. Tapi tidak tidak lucu kan kalau saya menangis di tempat, bisa tambah malah ditertawakan," ujar Wenny menahan kesedihan.

Tapi namanya waria yang dikenal suka membikin ulah aneh. Belum selesai Wenny menyampaikan unek-uneknya, dia tertawa karena mendengar pujian dari peserta lain yang memuji keelokan tubuhnya. "Tapi kan punya tubuh seksi," celetuk waria lainnya yang disambut tawa yang hadir.

Merasa dipuji, Wenny pun langsung berlenggak-lenggok memamerkan kelebihan bentuk fisiknya yang memang terlihat seperti perempuan dengan bentuk tubuh ideal ini.

Selanjutnya, Karina yang menumpahkan isi hatinya. Meski tidak menuntut lebih lingkungannya bisa menerima, dia ingin waria tidak hanya dilihat dari ketidaknormalannya, tapi juga kelebihan. "Tidak semua keberadaan kaum waria ini meresahkan. Tak sedikit dari kami ini juga bisa menciptakan lapangan kerja untuk masyarakat lho. Banyak kan waria yang punya salon kecantikan," ucapnya.

Peserta gay yang jumlahnya lebih sedikit agaknya tidak sevulgar dengan kaum waria dalam pertemuan itu. Dengan malu-malu, Bam sebut saja namanya demikian, ingin ada definisi dari pelanggaran lebih jelas. Sehingga, saat ada kerumunan kelompoknya tidak semata-mata menjadi sasaran operasi satpol PP. "Kami juga ingin hidup nyaman. Kami tampak gagah, tapi hati ini sebenarnya ingin menangis," ucapnya.
Garis besarnya dari unek-unek mereka ini adalah seringnya menghadapi ancaman serius dari lingkungan sekitar. Mulai dari KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), penggiringan opini negatif, sampai dijadikan objek tindak asusila.

Dalam operasi yang digelar baik aparat kepolisian maupun satpol PP terkesan asal mengambil. Dan, rata-rata waria yang tidak berdaya atau minim wawasan. "Bukan saya mau sombong, kalau ada kerumunan waria dan itu ada saya, banyak lolos dari garukan. Makanya, saya inigin teman-teman bisa membawa diri. Paling tidak, tahu apa yang harus dibela untuk dirinya," ucap Merlyn Sopjan, Ketua IWAMA (Ikatan Waria Malang).
Merlyn berharap, bisa untuk menyebarluaskan wawasan HAM kepada kelompok tersebut. Yang ironis, kelompoknya ini tidak tahu dan tidak paham hak-haknya sebagai individu dan warga negara yang sebenarnya dijamin dan harus dipenuhi negara.

Merlyn menyebut Pasal 28 ayat 1 UUD 1945 yang intinya menyatakan, setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan martabat, dan harta bendanya. Tak terkecuali hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.

"UU No.39/1999 tentang HAM memberikan perlindungan kepada kelompok rentan ini. setidaknya, teman-teman bisa mengerti, itu sudah lebih dari cukup. Ke depannya, kalau mereka diperlakukan di luar konteks pelanggaran, mereka bisa membela diri," tambah Merlyn

info:Komnasham.com

0 Responses so far.

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...